Beranda | Artikel
Matan Taqrib: Hukum Bejana dan Sunnah Siwak
Kamis, 9 Desember 2021

Kali ini adalah serial kedua yang membahas tentang wadah dari emas dan perak, wadah dari kulit, dan hukum bersiwak.

 

 

Wadah dari Kulit dan Samak

ما يطهر بالدباغ:

وَجُلُوْدُ الميتَةِ تَطْهُرُ بِالدِّبَاغِ إِلاَّ جِلْدَ الكَلْبِ وَالخِنْزِيْرِ وَمَا تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا وَعَظْمُ الميْتَةِ وَشَعْرُهَا نَجِسٌ إِلاَّ الآدَمِيِّ.

Kulit bangkai binatang bisa menjadi suci dengan disamak, kecuali kulit anjing dan babi serta benda-benda yang bersumber dari keduanya atau salah satu dari keduanya. Tulang dan bulu bangkai adalah najis kecuali mayat manusia.

 

Faedah dari Fathul Qarib:

Kulit bangkai hewan semuanya bisa menjadi suci dengan disamak, baik bangkai dari hewan yang halal dimakan atau tidak halal dimakan. Cara menyamak adalah menghilangkan sisa-sisa yang menempel pada kulit yang dapat membuatnya busuk seperti darah dan semacamnya dengan sesuatu yang menyengat, seperti al-‘ashfu (yang diambil dari pewarna). Meskipun sesuatu yang menyengat ini najis, seperti kotoran burung merpati, sudah cukup untuk menyamak.

Yang dikecualikan adalah kulit anjing dan babi serta binatang keturunan keduanya atau salah satu dari keduanya dengan binatang lain yang suci, kulitnya tidak bisa menjadi suci dengan disamak.

Tulang bangkai dan bulu bangkai itu najis, sebagaimana bangkainya juga najis.

Bangkai (maytah) adalah binatang yang kehidupannya hilang tanpa melalui penyembelihan yang syari. Dengan pengertian seperti ini tidak perlu mengecualikan bayi binatang yang disembelih apabila keluar dari perut induknya dalam keadaan mati. Karena penyembelihannya mengikuti penyembelihan induknya.

Manusia dikecualikan dari bangkai yang najis yakni rambut mayat manusia itu suci sebagaimana jasad manusia juga suci.

 

Dalil-dalil tentang sucinya kulit setelah disamak

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ  . وَعِنْدَ الْأَرْبَعَةِ: – أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ –

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kulit hewan telah disamak, kulit tersebut menjadi suci.” (Diriwayatkan oleh Muslim) [HR. Muslim, no. 366]

Menurut riwayat Imam yang Empat, “Kulit hewan apa pun yang telah disamak, maka ia menjadi suci.” [HR. Abu Daud, no. 4123; Tirmidzi, no. 1728; An-Nasa’i, 7:173; Ibnu Majah, no. 3609]

وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – دِبَاغُ جُلُودِ الْمَيْتَةِ طُهُورُهاَ – صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ

Dari Salamah bin Al-Muhabbiq radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menyamak kulit bangkai adalah menyucikannya.” (Hadits ini sahih menurut Ibnu Hibban) [HR. Ibnu Hibban, no. 4522 dan Ahmad, 25:250. Hadits ini sahih lighairihi. Lihat Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:89].

وَعَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: – مَرَّ رَسُولُ الْلَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِشَاةٍ يَجُرُّونَهَا، فَقَالَ: “لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا؟” فَقَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ، فَقَالَ: “يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ” – أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ، وَالنَّسَائِيُّ

Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha berkata bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melewati seekor kambing yang sedang diseret orang-orang. Kemudian beliau bersabda, “Alangkah baiknya jika engkau mengambil kulitnya.” Mereka berkata, “Kambing ini benar-benar telah mati (bangkai).” Beliau bersabda, “Kulitnya dapat disucikan dengan air dan daun salam.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan An-Nasa’i). [HR. Abu Daud, no. 4126 dan An-Nasa’i, 7:174-175]

 

Hukum Wadah Emas dan Perak

استعمال الأواني:

وَلاَ يَجُوْزُ اِسْتِعْمَالُ أَوَانِي الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ وَيَجُوْزُ اِسْتِعْمَالُ غَيْرِهِمَا مِنَ الأَوَانِي.

Tidak boleh menggunakan bejana (wadah) emas dan perak, dan boleh menggunakan bejana selain keduanya.

 

Faedah dari Fathul Qarib:

  1. Tidak boleh selain dalam keadaan darurat, baik laki-laki maupun perempuan memakai sesuatu dari wadah yang terbuat dari emas dan perak, baik untuk makan, minum, maupun selain keduanya (seperti untuk berwudhu, dan menghilangkan najis).
  2. Koleksi wadah emas dan perak (termasuk untuk hiasan rumah, tempat duduk) meskipun tidak digunakan untuk makan dan minum, menurut pendapat ashoh (paling shahih, mu’tamad), juga tidak dibolehkan.
  3. Wadah yang disepuh emas dan perak juga diharamkan untuk digunakan jika hasil penyepuhan tersebut saat dibakar di api akan meleleh (menandakan tebalnya).
  4. Wadah selain emas dan perak masih dibolehkan, walaupun mahal seperti yaqut (batu permata).
  5. Wadah yang ditambal dengan tambalan perak yang menurut kebiasaan dinilai besar untuk hiasan diharamkan. Namun, jika tambalan tersebut besar karena dibutuhkan (hajat), maka boleh meskipun makruh. Atau wadah yang ditambal perak itu secara kebiasaan dianggap kecil untuk hiasan (zinah), maka dihukumi makruh atau karena dibutuhkan, maka tidak makruh (artinya: boleh). Adapun tambalan emas, diharamkan secara mutlak, sebagaimana disahihkan oleh Imam Nawawi rahimahullah.

 

Dalil-dalil pengharaman penggunaan bejana emas dan perak

عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – – لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ والْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian minum dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak. Janganlah pula kalian makan dengan piring yang terbuat dari emas dan perak. Karena barang-barang itu untuk mereka di dunia, sedangkan untuk kalian di akhirat.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5426 dan Muslim, no. 2067]

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – الَّذِي يَشْرَبُ فِي إِنَاءِ الْفِضَّةِ إِنَّمَا يُجَرْجِرُ فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang minum dengan bejana dari perak, sungguh ia hanyalah memasukkan api jahannam ke dalam perutnya.” (Muttafaqun ‘alaih). [HR. Bukhari, no. 5634 dan Muslim, no. 2065]

 

Dalil boleh menambal dengan perak

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضي الله عنه – – أَنَّ قَدَحَ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – اِنْكَسَرَ، فَاتَّخَذَ مَكَانَ الشَّعْبِ سِلْسِلَةً مِنْ فِضَّةٍ. – أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa bejana Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam retak, lalu beliau menambal tempat yang retak itu dengan pengikat dari perak. (Diriwayatkan oleh Bukhari). [HR. Bukhari, no. 3109]

Baca juga: Bulughul Maram tentang Bejana

 

Sunnah Bersiwak

السواك:

وَالسِّوَاكُ مُسْتَحَبٌّ فِي كُلِّ حَالٍ إِلاَّ بَعْدَ الزَّوَالِ لِلصَّائِمِ وَهُوَ فِي ثَلاَثَةِ مَوَاضِعَ أَشَدُّ اِسْتِحْبَاباً: عِنْدَ تَغَيُّرِ الفَمِ مِنْ أَزْمٍ وَغَيْرِهِ ،وَعِنْدَ القِيَامِ مِنَ النَّوْمِ ، وَعِنْدَ القِيَامِ إِلَى الصَّلاَةِ.

Bersiwak (menggosok gigi) itu disunnahkan dalam segala keadaan, kecuali setelah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa. Bersiwak sangat disunnahkan sekali dalam tiga hal, yaitu:

  1. Ketika bau mulut berubah karena sudah terlalu lama tidak makan maupun minum dan selainnya.
  2. Ketika bangun tidur.
  3. Ketika akan mengerjakan shalat.

 

Faedah dari Fathul Qarib:

Bersiwak termasuk di antara sunnah-sunnah wudhu. Kata siwak juga bisa diungkapkan dengan maksud alat yang dipergunakan untuk menggosok gigi, seperti ranting arak dan lainnya.

Bersiwak itu disunnahkan dalam setiap keadaan, yaitu bersiwak (menggosok gigi itu) dianjurkan di setiap keadaan, dan tidak dimakruhkan dengan makruh tanzih kecuali setelah waktu zawal (Zhuhur) bagi orang yang puasa, baik puasa wajib atau sunnah. Kemakruhan ini hilang seiring dengan tenggelamnya matahari. Namun, Imam Nawawi memilih pendapat tidak dimakruhkan secara mutlak (sekalipun sudah masuk waktu Zhuhur).

Bersiwak itu sangat dianjurkan pada tiga kondisi ini daripada kondisi lainnya.

Pertama: Ketika bau mulut berubah karena azm, yaitu diam lama. Makna lain dari azm adalah artinya tidak makan. Sebab lain dari berubah bau mulut yaitu karena mengonsumsi makanan yang memiliki bau kurang sedap, seperti bawang putih, bawang merah (masih mentah), dan lainnya.

Kedua: Ketiga bangun dari tidur.

Ketiga: Ketika hendak mengerjakan shalat wajib atau sunnah.

Bersiwak juga lebih dianjurkan di selain tiga keadaan di atas seperti hendak membaca Al-Qur’an dan gigi menguning.

Sunnah ketika bersiwak:

  • Berniat untuk bersiwak, itu sunnah.
  • Bersiwak dengan tangan kanan.
  • Menggosok sisi kanan mulut.
  • Mengusapkan siwak dengan lembut di langit-langit ujung mulut dan pada pangkal gigi-gigi geraham.

 

Dalil-dalil tentang anjuran bersiwak dari Riyadh Ash-Shalihin

وعن حُذَيْفَةَ – رضي الله عنه – ، قَالَ : كَانَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – إِذَا قَامَ مِن النَّومِ يَشُوصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

الشَّوْصُ: الدَّلْكُ .

Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambangun malam, beliau menggosok mulutnya dengan siwak.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 889 dan Muslim, no. 255]

Asy-syawshu adalah ad-dalku (menggosok).

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ، قاَلَتْ : كُنَّا نُعِدُّ لِرَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – سِوَاكَهُ وَطَهُورَهُ ، فَيَبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ ، فَيَتَسَوَّكُ ، وَيَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي . رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Kami biasa menyiapkan siwak dan air untuk bersuci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah lalu membangunkannya sesuai dengan kehendak-Nya pada waktu malam. Maka beliau bersiwak, berwudhu, dan melakukan shalat.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 746]

وَعَنْ أَنَسٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( أَكْثَرْتُ عَلَيْكُمْ فِي السِّوَاكِ )) رَوَاهُ البُخَارِي .

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku perbanyak (anjuran) untuk kalian tentang bersiwak.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 888]

وَعَنْ شُرَيْح بْنِ هَانِىءٍ ، قَالَ : قُلْتُ لِعَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : بِأَيِّ شَيْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِيُّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ ؟ قَالَتْ : بِالسِّوَاكِ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

Syuraih bin Hani’ berkata, “Aku bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ‘Dengan apa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai ketika beliau memasuki rumahnya?” ‘Aisyah menjawab, “Dengan bersiwak.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 253]

وَعَنْ أَبِي مُوْسَى الأَشْعَرِي – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَطَرَفُ السِّوَاكِ عَلَى لِسَانِهِ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ ، وَهَذَا لَفْظُ مُسْلِمٍ .

Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku masuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ujung siwak sedang berada di lisannya.” (Muttafaqun ‘alaih. Hadits ini berdasarkan lafaz Muslim) [HR. Bukhari, no. 244 dan Muslim, no. 254]

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ )) رَوَاه ُالنَّسَائِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ فِي صَحِيْحِهِ بِأَسَانِيْدَ صَحِيْحَةٍ .

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siwak itu pembersih mulut dan (penyebab) keridaan Rabb.” (HR. An-Nasai dan Ibnu Khuzaimah dalam kitab sahihnya dengan sanad yang sahih) [HR. An-Nasai, no. 5 dan Ahmad, 6:124. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih].

Baca Juga: Bersiwak Akan Membuat Mulut Bersih dan Mendapat Ridho Ilahi

Referensi:

  • Fath Al-Qarib Al-Mujib. Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi. Penerbit Thaha Semarang.
  • Hasyiyah Al-Baijuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’. Cetakan kedua, Tahun 1441 H. Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri. Penerbit Dar Al-Minhaj.

Kamis sore, 4 Jumadal Ula 1443 H, 9 Desember 2021

@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/31150-matan-taqrib-hukum-bejana-dan-sunnah-siwak.html